Ilmu dan Ulama; Cara Ulama Salaf Menuntut Ilmu (3)


Penulis: HAKYIM (H. Alda Kartika Yudha Ibnu Murmadi)
4)      Bekal
Sebagai contoh konkrit dalam permasalahan ini adalah kisah Yahya bin Ma’in, seorang ulama jarh wa ta’dil yang merupakan guru dari Imam Bukhari dan Muslim, dan guru ulama hadis lainnya. Beliau pernah mendapat warisan dari ayahnya senilai 1.050.000 dirham, yang mana semua itu beliau gunakan untuk belajar ilmu hadis, hingga tidak tersisa untuk beliau meskipun hanya sebuah sandal.
Mengenai hal ini Syekh Ali Jum’ah juga berkata: Berikan pada ilmu apapun yang kau punya, maka dia (ilmu) akan memberimu sebagian darinya”.  Lalu apa yang akan diberikan ilmu pada kita, jika kita pelit atau tidak mempunyai apa-apa sebagai bekal untuk menuntut ilmu?!

5)      Bimbingan Guru
Pentingnya guru dalam menuntut ilmu tidak ada yang dapat memungkiri. Tanpanya, meskipun seorang murid sangat rajin membaca buku, pemahamannya bisa jadi salah atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengarang kitab. Dalam konteks ajaran agama, pemahaman  seseorang terhadap teks al-Quran dan sunnah (meskipun terihat benar) bisa jadi tidak sesuai dengan pemahaman Nabi Muhammad Saw. Hal ini sering sekali terjadi pada zaman ini, seseorang dapat menganggap dirinya berada dalam kebenaran, sedangkan cara pandang lainnya adalah faham yang sesat.  Salah satu sebab terjadinya hal ini adalah banyak orang yang meremehkan peran guru, lalu belajar sendiri dari buku (kitab), lalu berfatwa kesana kemari. Pun banyak juga yang menjadikan seseorang sebagai guru, padahal orang tersebut hanya belajar sendiri tanpa mempunyai guru.

Syekh Ali Jum’ah menambahkan, bahwa dalam menuntut ilmu ada yang dinamakan sebagai Rukun Ilmu, yaitu guru, murid, kitab, manhaj (metode), dan lingkungan ilmiah. Syekh Usamah Sayyid al-Azhari juga mengatakan, bahwa lima hal ini bagaikan dua sayap pada burung. Tidak boleh hilang salah satunya.

Dalam salah satu kuliahnya, Syekh Usamah pernah berbicara tentang pentingnya guru dan ketersambungan sanad keilmuan dalam ilmu agama. Beliau mengatakan bahwa ilmu agama ini adalah amanah agama, sehingga kita harus belajar dan mengambil ilmu dari seorang guru yang mempunyai sanad (rantai periwayatan). Maksudnya adalah seorang guru yang belajar dari seorang guru juga, dan guru dari guru ini belajar juga dari seorang guru, dan begitu seterusnya, hingga guru dari guru-guru ini tadi diketahui belajar dari para sahabat dan para sahabat belajar dari Nabi Muhammad Saw.

Beliau menambahkan, bahwa orang yang belajar ilmu agama pada seorang ulama yang tidak memiliki sanad keilmuan (atau sanadnya terputus) hingga Rasulullah itu hakikatnya yatim dalam ilmu agama, seolah ilmunya tidak berayah. Tidak dibenarkan seseorang hanya membaca dan memahami buku agama tanpa seorang guru yang sanad ilmunya tersambung sampai Rasulullah, karena bisa jadi pemahaman yang dimilikinya akan berbeda dengan pemahaman yang diajarkan Rasulullah pada para sahabat.

Dari perkataan Syekh Usamah tersebut dapat dipahami bahwa hakikatnya ilmu agama ini adalah amanah yang diserahkan dari Rasul kepada sahabat, lalu dari sahabat kepada tabi’in dan seterusnya hingga sampai pada ulama zaman sekarang dengan sanad yang bersambung. Hal ini jugalah yang seharusnya diterapkan dan dipahami oleh siapa saja yang mengatakan bahwa dirinya ingin kembali kepada Al-Quran dan Sunnah. Tidak tepat ketika seseorang berkata “kita kembali kepada Al-Quran dan Sunnah”, tetapi tidak memiliki guru yang tersambung sanad keilmuan dan pemahamannnya hingga Rasulullah Saw., apalagi hanya membaca sendiri dari sahih bukhari atau maktabah Syamilah. Bisa jadi itu bukan “kembali kepada al-Quran dan sunnah”, akan tetapi justru kembali kepada hawa nafsu sendiri. Karena meskipun al-Quran dan Sunnah itu maksum, tetapi pemahaman kita pada Quran dan sunnah tidaklah maksum. Maka ketersambungan sanad ini sangat diperlukan sekali. Dengan bersambungnya sanad sampai pada Rasul, maka bisa dikatakan bahwa pada hakekatnya kita langsung belajar pada Rasulullah, dengan perantara para ulama. Dengan begitu, pada hakikatnya kita benar-benar kembali kepada al-Quran dan Sunah sesuai manhaj Nabi Muhammad Saw.
Sang Guru; Syekh ALi Jum'ah


Mengenai pentingnya sanad ini, dalam mukadimah Shahih Muslim, Ibnu Mubarak mengatakan: “Jika bukan karena sanad, maka siapapun bisa mengatakan apapun.” Begitulah pentingnya sanad, oleh karenanya hal ini tidak boleh disepelakan oleh seorang yang ingin mencari kebenaran dalam Islam.


Artikel selengkapnya:
Ilmu dan Ulama; Keistimewaan (1)

Posting Komentar untuk "Ilmu dan Ulama; Cara Ulama Salaf Menuntut Ilmu (3)"