Penulis: HAKYIM (H. Alda Kartika Yudha Ibnu Murmadi)
4) Bekal
Sebagai contoh konkrit
dalam permasalahan ini adalah kisah Yahya bin Ma’in, seorang ulama jarh wa ta’dil yang merupakan
guru dari Imam Bukhari dan Muslim, dan guru ulama hadis lainnya. Beliau pernah mendapat warisan dari ayahnya senilai 1.050.000 dirham, yang mana semua itu beliau gunakan untuk belajar ilmu hadis, hingga tidak tersisa untuk beliau meskipun hanya sebuah
sandal.
Mengenai hal ini Syekh Ali Jum’ah juga berkata: “Berikan pada ilmu apapun yang kau
punya, maka dia (ilmu) akan memberimu sebagian darinya”.
Lalu apa yang akan diberikan ilmu pada kita, jika kita pelit atau tidak mempunyai apa-apa
sebagai bekal untuk menuntut ilmu?!
5)
Bimbingan
Guru
Pentingnya guru dalam menuntut ilmu tidak ada yang dapat memungkiri.
Tanpanya, meskipun seorang murid sangat rajin membaca buku, pemahamannya bisa jadi salah
atau tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengarang kitab. Dalam konteks ajaran agama,
pemahaman seseorang terhadap teks al-Quran
dan sunnah (meskipun terihat benar) bisa jadi tidak sesuai dengan pemahaman
Nabi Muhammad Saw. Hal ini sering sekali terjadi pada zaman ini, seseorang dapat menganggap
dirinya berada dalam kebenaran, sedangkan cara pandang lainnya adalah faham yang
sesat. Salah satu sebab terjadinya hal
ini adalah banyak orang yang meremehkan peran guru, lalu belajar sendiri dari
buku (kitab), lalu berfatwa kesana kemari. Pun banyak juga
yang menjadikan seseorang sebagai guru, padahal orang tersebut hanya belajar
sendiri tanpa mempunyai guru.
Syekh Ali Jum’ah menambahkan, bahwa dalam menuntut
ilmu ada yang dinamakan sebagai Rukun Ilmu, yaitu guru, murid, kitab,
manhaj (metode), dan lingkungan ilmiah. Syekh Usamah Sayyid al-Azhari juga mengatakan, bahwa lima hal ini bagaikan dua sayap pada burung. Tidak boleh
hilang salah satunya.
Dalam salah satu kuliahnya, Syekh Usamah pernah berbicara tentang
pentingnya guru dan ketersambungan sanad keilmuan dalam ilmu agama. Beliau
mengatakan bahwa ilmu agama ini adalah amanah agama, sehingga kita harus
belajar dan mengambil ilmu dari seorang guru yang mempunyai sanad (rantai periwayatan). Maksudnya adalah seorang guru yang belajar dari seorang guru juga,
dan guru dari guru ini belajar juga dari seorang guru, dan begitu seterusnya, hingga guru dari
guru-guru ini tadi diketahui belajar dari para sahabat dan para sahabat belajar
dari Nabi Muhammad Saw.
Beliau menambahkan, bahwa orang yang belajar ilmu
agama pada seorang ulama yang tidak memiliki sanad keilmuan (atau sanadnya
terputus) hingga Rasulullah itu hakikatnya yatim dalam ilmu agama, seolah
ilmunya tidak berayah. Tidak dibenarkan seseorang hanya membaca dan memahami
buku agama tanpa seorang guru yang sanad ilmunya tersambung sampai Rasulullah,
karena bisa jadi pemahaman yang dimilikinya akan berbeda dengan pemahaman yang
diajarkan Rasulullah pada para sahabat.
Dari perkataan Syekh Usamah tersebut dapat
dipahami bahwa hakikatnya ilmu agama ini adalah amanah yang diserahkan dari
Rasul kepada sahabat, lalu dari sahabat kepada tabi’in dan seterusnya hingga
sampai pada ulama zaman sekarang dengan sanad yang bersambung. Hal ini jugalah yang seharusnya diterapkan dan dipahami oleh siapa
saja yang mengatakan bahwa dirinya ingin kembali kepada Al-Quran dan Sunnah.
Tidak tepat ketika seseorang berkata “kita kembali kepada Al-Quran dan Sunnah”, tetapi tidak
memiliki guru yang tersambung sanad keilmuan dan pemahamannnya hingga
Rasulullah Saw., apalagi hanya membaca sendiri dari sahih bukhari atau maktabah Syamilah.
Bisa jadi itu bukan “kembali kepada al-Quran dan sunnah”, akan tetapi justru
kembali kepada hawa nafsu sendiri. Karena meskipun al-Quran dan Sunnah itu maksum, tetapi pemahaman kita pada Quran dan sunnah
tidaklah maksum. Maka ketersambungan sanad ini sangat diperlukan sekali. Dengan
bersambungnya sanad sampai pada Rasul, maka bisa dikatakan bahwa pada
hakekatnya kita langsung belajar pada Rasulullah, dengan perantara para ulama. Dengan begitu, pada hakikatnya
kita benar-benar kembali kepada al-Quran dan Sunah sesuai manhaj Nabi Muhammad
Saw.
Sang Guru; Syekh ALi Jum'ah |
Mengenai pentingnya sanad
ini, dalam mukadimah Shahih Muslim, Ibnu Mubarak mengatakan: “Jika
bukan karena sanad, maka siapapun bisa mengatakan apapun.” Begitulah pentingnya sanad, oleh
karenanya hal ini tidak boleh disepelakan oleh seorang yang ingin mencari
kebenaran dalam Islam.
Artikel selengkapnya:
Ilmu dan Ulama; Keistimewaan (1)
Ilmu dan Ulama; Keistimewaan (1)
Posting Komentar untuk "Ilmu dan Ulama; Cara Ulama Salaf Menuntut Ilmu (3)"