Agenda Menyelamatkan Bangsa: Analisis dan Otokritik tehadap Perpres No 44 Tahun 2016

Agenda Menyelamatkan Bangsa: Analisis dan Otokritik tehadap Perpres No 44 Tahun 2016 Tentang Kebijakan Penanaman Modal Asing Dalam Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan

          
(sumber gambar: google)

           Judulnya memang terlihat heroik. Tapi tak mengapa. Ini adalah analisis penulis, mengenai Kebijakan penanaman modal asing dalam bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Sebelumnya ini merupakan tugas yang diberikan Prof Adi, di mata kuliah hukum ekonomi, Pascasarna Ilmu Hukum UII. Cekidot…

            Bagi anda yang hobi berteriak NKRI harga mati, tahukan anda mengenai visi Indonesia 2030? Visi ini disampaikan oleh Yayasan Indonesia Forum pada awal tahun 2007 kepada presiden di Wisma Negara. Isi visinya adalah, Indonesia 2030 ditargetkan memiliki income perkapita $18.000 per tahun, dengan jumlah penduduk 285 juta jiwa, dan Indonesia akan menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia diantara China, AS, Uni Eropa dan India.[1] Salah satu yang dilakukan pemerintah untuk menggapai visi ini adalah dengan munculnya Perpres No 44 tahun 2016. Tapi, sayangnya Perpres ini (dalam analisis penulis) justru menyalahi (jika tidak ingin dikatakan mengkhianati) isi dari visi ekonomi Indonesia sendiri.
            Secara singkat Perpres ini berisikan tentang peraturan pelaksanaan UU No 25 tahun 2017 tentang Penanaman Modal. Dalam Perpres ini dibahas mengenai beberapa hal mengenai penanaman modal dalam bidang usaha yang terbuka[2], bidang usaha yang tertutup[3], dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan[4].
            Dalam studi kali ini, penulis akan lebih memfokuskan pada bidang usaha terbuka dengan persyaratan. Dalam bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini terdiri dari beberapa syarat, yaitu: a) batasan kepemilikan modal asing, b) lokasi tertentu, c) perizinan khusus, d) modal dalam negri 100%, e) batasan kepemilikan modal dalam kerangka kerjasama ASEAN.[5] Untuk lebih mudahnya, penulis akan mengklasifikasikan Perpres Jokowi dalam kategori sebagai berikut:
1.      Bidang usaha terbuka dengan persyaratan saham asing maksimal 50%.
2.      Bidang usaha terbuka dengan persyaratan saham asing antara 51%-75%.
3.      Bidang usaha terbuka dengan persyaratan saham asing antara 76%-100%.
4.      Bidang usaha terbuka dengan persyaratan 100% modal dari dalam negri.
5.      Bidang usaha terbuka dengan persyaratan lainnya.[6]
Table 1
Syarat
A
B
C
D
E
F
G
H
Saham Asing Maksimal 50%
46
2

6
1
7


Saham Asing Antara 51-75%

1

3


2
3
Saham Asing Antara 76-95%
62


9


1

100% Modal Dalam Negri

4
2
10

1

41
Syarat Lainnya
1
7
1

10


3
Jumlah Bidang Usaha
109
14
3
28
11
8
3
47

Table 2
Syarat
I
J
K
L
M
N
O
P
Total
Saham Asing Makasimal 50%

31
4
1

2

3
103
Saham Asing Antara 51-75%
19
9
9


1

5
52
Saham Asing Antara 76-95%



12



1
85
100% Modal Dalam Negri
1

2
1
2
1

5
70
Syarat Lainnya


2
1
2

7
6
40
Total Jumlah Bidang Usaha
20
40
17
15
4
4
7
20
350

(Data diolah pribadi dari Perpres 44 tahun 2016)
            Beberapa keterangan dan kesimpulan yang perlu dijelaskan dari table diatas adalah berikut ini:
1.      Maksud dari kode A hingga P adalah sektor bidang usaha:
A.    Sektor Pertanian
B.     Sektor Kehutanan
C.     Sektor Kelautan dan Perikanan
D.    Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral
E.     Sektor Perindustrian
F.      Sektor Pertahanan dan Keamanan
G.    Sektor Pekerjaan Umum
H.    Sektor Perdagangan
I.       Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatir
J.       Sektor Perhubungan
K.    Sektor Komunikasi dan lnformatika
L.     Sektor Keuangan
M.   Sektor Perbankan
N.    Sektor Tenaga Kerja
O.    Sektor Pendidikan
P.      Sektor Kesehatan
2.      Saham asing dengan kriteria maksimal 50% berjumlah 103 bidang usaha dari jumlah total 350 bidang usaha. Sahamnya didominasi oleh angka saham 49%.
3.      Saham asing dengan kriteria 51-75% berjumlah 52 dari 350 bidang usaha. Sahamnya didominasi angka saham 67%.
4.      Saham asing dengan kriteria 76-100% berjumalah 85 bidang usaha dari total 350 bidang usaha. Sahamnya didominasi oleh angka 95%.
5.      Tidak ada bidang usaha yang diperbolehkan untuk memiliki modal asing lebih dari 95%.
6.      Perbandingan antara kebijakan pemerintah yang mengharuskan 100% modal dalam negri dengan usaha yang boleh dimasuki oleh pihak asing adalah 70:240[7].
7.      Perbandingan antara saham asing maksimal 50% berbanding saham asing 51%-95% adalah 103:137.
            Lewat kebijakan ini pemerintahan sekarang ingin terlihat menjadi negara yang welcome terhadap investasi untuk menarik dana masuk kedalam negri. Akan tetapi kebijakan ini justru menjadi pisau bermata dua, karena terkesan menjual asset bangsa sendiri, bahkan dalam beberapa kasus menjual harga diri sendiri (dengan menjadikan pribumi menjadi pembantu di negri sendiri).
            Pemberian legal standing kepada pihak asing untuk memiliki usaha di Indonesia (dengan bahasa lain mengeruk kekayaan kita) dengan nilai saham yang fantastis kepada pihak asing tentu merupakan kebijakan yang patut dikritisi. Terlebih jika melihat angka-angka fantastis seperti 85 dari 340 bidang usaha dapat dimiliki pihak asing dengan saham 76%-95%. Jika ditarik ke angka saham 51%-95% saja, pemerintah sudah melegalkan sebanyak 137 dari 340 (hampir sepertiga asset kekayaan kita) dan itu belum termasuk dalam bidang usaha terbuka tanpa persyariatan.
            Hikmahanto Juwana (Profesor hukum Internasional UI) pernah mengatakan bahwa hukum bukanlah suatu hal yang netral, hukum dapat berpihak, hukum terkadang berpihak pada mereka yang kuat seccara finansial, namun juga kadang berpihak pada mayoritas suara. Ketidakberpihakan hukum ini disebabkan karena hukum adalah buatan manusia.[8] Pernyataan ini bisa dikatakan selaras dengan apa yang dikatakan oleh Cambliss William dalam bukunya Law, Order, and Power yang menyatakan bahwa hukum (bisa jadi) cacat sejak dilahirkan, yang bahkan oleh Adi Sulistyono ditegaskan lagi dengan pernyataan bahwa hukum (bisa jadi) cacat sejak dalam janin. Dengan kata yang lebih mudah dipahami, Perpres ini pada dasarnya adalah manifestasi dari sebuah produk hukum yang cacat sejak dalam janin dan tidak memihak rakyat.




                [1] Adi Sulistiyono, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, (Jawa Timur: Masmedia Buana Pustaka, 2009), hlm 1.
                [2] Yaitu bidang usaha yang dilakukan tanpa persyaratandaam rangka penanaman modal.
                [3] Yaitu bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sibagai kegiatan penanaman modal.
                [4] Yaitu bidang usaha yang dapat diusahakan untuk kegiatan penanaman modal dengan persyaratan, yaitu dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi, Kemitraan, kepemilikan modal, lokasi tertentu, perizinan khusus, dan penanam modal dari negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
                [5] Perpres Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
                [6] Syarat-syarat itu adalah: lokasi tententu, perizinan khusus, dan dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi,
                [7] Perbandingan diambil tanpa menyertakan kategori “Syarat yang lain”.
                [8] Hikmahanto Juwana, “Memaksimalkan Peran Politik Luar Negri Bebas Aktif; Prespektif Hukum Internasional”, dalam Idris, dkk, ed., Peran Hukum Dalam Pembangunan di Indonesia, CetakanPertama, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya), hlm 631.

Posting Komentar untuk "Agenda Menyelamatkan Bangsa: Analisis dan Otokritik tehadap Perpres No 44 Tahun 2016"