Sak Karepmulah Pak Yudikatif!

Memang sependek pengetahuan saya MK bukanlah lembaga legislator, sehingga "mungkin" keputusan MK kali ini bisa dianggap benar secara konstitusi dan formalitas hukum. Tapi sayangnya, tidak bisa dibenarkan secara moral.

Bukankah para hakim "yang mulia"  punya hak untuk memberikan intepretasi hukum, penemuan hukum,  yurisprudensi, dan atau apalah itu, yang bisa memberikan sebuah penawaran atas realita sosial maraknya perzinaan yang sekarang justru mengarah ke perilaku yang jelas-jelas melanggar norma kesusilaan bangsa Indonesia, yaitu LGBT? Apa harus menunggu anak-anak hakim yang terhormat menjadi korban perzinaan dan LGBT dulu supaya "penemuan hukum" akan hal ini bisa ditemukan?

Jika solusinya harus berharap kepada DPR untuk membuat UU larangan LGBT sekarang ini, kok seperti malah absurd seperti berharap sidang Setya Novanto segera selesai tanpa adegan drama yang mulai tidak lucu ini. Drama yang sudah macam cinta fitri dan tukang bubur baik buroq yang ntah kapan mau selesai.

Maaf, tapi memang hal-hal semacam inilah yang sebenarnya membuat ide-ide penggantian ideologi Pancasila semakin booming dan laku di masyarakat publik.

Trias politika yang diterapkan di Indonesia sebagai tafsir "Saya Pancasila" ini justru menjadi bahan guyonan dan semakin menambah banyak mosi tidak percaya kepada pemerintah ketika realitanya Ketua DPRnya korup dan suka bikin drama, Eksekutifnya banyak hutang dan suka mengumbar janji, sedangkan benteng harapan terakhir memperoleh keadilan dari kalangan Yudikatif justru terjebak dengan formalitas-formalitas tatacara hukum tanpa memberikan solusi konkrit atas kegelisahan akan semakin hancurnya moral masyarakat.

Ah atau mungkin, pikiran saya saja yang sedang ndak enak bodi jadi justru kaya marah-marah sendiri. Atau ilmu saya mungkin kurang.  Atau mungkin isi pikiran saya yang salah karena berani mengkritik wakil tuhan ini. Aishh.. Karepmu pak.

NB: Mungkin memang tidak bisa dijadikan dalil dan nggak ilmiah, tapi keputusan MK yang kemudian disambut dengan gempa sepanjang pulau Jawa memang harus ditafakkuri lebih lanjut. Benarkah itu kejadian alam belaka, atau cara Allah mengingatkan wakil tuhannya di Indonesia? Musibah? Atau jangan-jangan...

Posting Komentar untuk "Sak Karepmulah Pak Yudikatif! "