Waris ala Hazairin (Kelahiran Bukit Tinggi, w. 1975)
Hazairin berpendapat bahwa konsep kewarisan tidak dapat dibebaskan dari konsep kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat. Konsep-konsep kekeluargaan yang dimaksud adalah 1) Konsep Patrilineal (menghubungkan dirinya hanya kepada ayahnya menurut garis laki-laki), contohnya: Arab dan Batak, 2) Konsep Matrilineal (menghubungan dirinya kepada wanita/ ibunya, contohnya Minangkabau, dan 3)Konsep Bilateral (kepada bapak dan ibunya), contohnya: Jawa.
Oleh karenanya, konsep kewarisan ala ulama klasik (2:1) dirumuskan oleh sarjana hukum islam kala itu lebih dikarenakan sistem keturunan yang kala itu dianut oleh masyarakat tersebut, which is patrilinieal, dimana dibuktikan bahwa bangsa arab hanya menyebutkan siapa bapaknya tidak disertai dengan ibunya. dalam analisisnya, konsep ini kemudian akan menjadi "goyah", ketika harus diterapkan kepada masyarakat dengan sistem matrilineal dan bilateral.
Dari sini kemudian Hazairin mencoba membuat sebuah konsep/ teori kewarisan bilateral, dimana inti dari teorinya adalah:
1. Ahli waris anak perempuan juga bisa menghijab ahli waris yang lain (misalnya ahli warisnya kakek dan anak perempuan, maka kakeknya terhijab oleh anak perempuan).
2. Kewarisan melalui garis laki-laki dan perempuan, sama kuatnya karena model dzaqil arham dan asabah tidak diakui dalam teorinya (bagian dari saudara seayah dan/atau seibu itu sama jatahnya, dan tentunya anak laki-laki: anak perempuan = 1:1).
3. Ahli waris pengganti, mendapat warisan (artinya, cucu yang sudah yatim tetap mendapat warisan ketika kakeknya meninggal. Dalam sistem fikih klasik, cucu tidak mendapat warisan karena terhijab dengan anak).
Hmm... Setuju atau tidak, tapi ini menarik untuk dikaji.
Posting Komentar untuk "Waris ala Hazairin (Kelahiran Bukit Tinggi, w. 1975)"