Antara Han Kelsen dan Eugen Ehrlich; Dimana posisi Teori Hukum Islam?


Sependek pengetahuan saya, berbicara mengenai sumber hukum dalam ilmu hukum, setidaknya ada dua madzhab yang paling masyhur. Pertama, madzhab yang mengatakan bahwa sumber hukum berasal dari penguasa, yang kemudian dikenal dengan hukum positif yang diteorikan Han Kelsen. Disini, penguasa membuat hukum tertulis yang kemudian dijadikan panduan untuk masyarakat. Tidak peduli apakah produk hukum tersebut sesuai atau tidak dengan adat dan istiadat yang hidup di masyarakat. Nah, disini, hukum kemudian memiliki fungsi lain, yaitu membentuk dinamika sosial masyarakat atau dalam bahasa kerenya, law as social engineering. Disini, hukum membentuk masyarakat.

Kedua, adalah Living Law (hukum tumbuh dari masyarakat) yang diteorikan oleh Eugen Ehrlich. Dimana dalam teori ini, sebuah produk hukum harus berasal dari adat dan perilaku sosial masyarakat yang kemudian adat istiadat tersebut menjadi hukum yang disepakati. Disini, masyarakat yang membentuk hukum.

Lalu, dimana posisi hukum Islam?

Pendapat pertama, sekilas mirip dengan hukum Islam, dimana Fikih (dan segala sumber hukumnya) pada dasarnya berasal dari Penguasa (Allah sebagai pembuat syariat). Sehingga jika dipersepsikan sebagai teori ini, hukum Islam akan terlihat sebagai hukum yang sebenarnya tidak terlalu memperhatikan aspek sosial masyarakat ketika itu. Disini, Islam datang memang untuk merombak sistem sosial masyarakat yang telah menerima Islam sebagai way of life.

Kedua, jika dilihat dari teori living law, hukum Islam juga memiliki kemiripan, dimana fikih yang belum/ tidak diundang-undangkan dapat disebut sebagai hukum yang hidup di masyarakat. Berangkat dari teori ini juga, banyak yang menyimpulkan bahwa hukum Islam sejatinya adalah hukum yang tumbuh dari masyarakat, tentunya masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat Arab. Dari sini kemudian muncul kesimpulan lain, bahwa hukum Islam ketika sampai di Indonesia harus mengalami perubahan dan proses penyesuaian dengan sosial masyarakat Indonesia.

Jika dilihat dalam beberapa kaidah hukum Islam, barangkali bisa dibilang bahwa hukum Islam bukanlah kedua-duanya. Hukum Islam adalah teori yang berdisi sendiri, sebagaimana ekonomi Islam merupakan madzhab ekonomi sendiri yang bukan kapitalis dan juga bukan sosialis. Misal, Islam memiliki kaidah yang menyatakan ada hukum yang bersifat tsawabit (hukum yang tetap tak berubah) dan mutaghayyirat (yang bisa diubah tergantung waktu, tempat, dan keadaan). Hukum yang bersifat tetap, mirip dengan teorinya Han Kelsen, sedangkan hukum yang bisa diubah-ubah, mirip dengan teorinya Eugen.

Jika pernyataan bahwa “hukum Islam berdisi sendiri” dan juga argument tswabit-mutgahyyirat dapat diterima, maka problem selanjutnya adalah mencarai dan menyepakati garis tengah pemisah antara mana hukum Islam yang “diciptakan penguasa” tanpa pandang bulu siapa, kapan, dan dimana masyarakat tersebut hidup, dan mana yang boleh berubah dan menyesuaikan adat masyarakat lokal dimana Islam berada. Contoh mudahnya, hukum waris Islam. Apakah itu hukum yang datang ujug-ujug dari atas untuk diterima manusia tanpa, atau memang hukum yang pada dasarnya boleh berubah dan tumbuh berasal dari masyarakat.

Posting Komentar untuk "Antara Han Kelsen dan Eugen Ehrlich; Dimana posisi Teori Hukum Islam?"