Ada perbedaan signifikan dari sejarah feminisme di Indonesia dan Barat. Dimana feminisme barat muncul dikarenakan posisi perempuan yang dizalimi oleh laki-laki. Dizalimi dengan berbagai cara, baik dari segi hukum maupun kehidupan sosial. Perempuan Barat (sebelum perjuangan para feminism) tidak memiliki hak untuk memiliki barang. Jika mereka mempunyai warisan dari ornag tuanya sedangkan dia sudah menikah, maka barang warisan tersebut secara otomatis menjadi milik suaminya. Wanita tidak mempunyai hak pilih. Wanita bahkan tidak memiliki ha katas anak mereka sendiri. Lalu bagaimana soal Pendidikan? Forget it!
Adapun Wanita di Indonesia tidak demikian. Sejarah
memuktikan bahwa Wanita dan laki-laki berjuang Bersama untuk menaklukan musuh
yang sama, yaitu kolonialisme. Penjajahan Belanda. Dalam sejarah Indonesia, tidak
ada cerita bahwa laki-laki menghalangi perempuan untuk ikut hadir dan ikut andil
dalam perjuangan Indonesia. Termasuk dalam salah satu momen paling bersejarah yaitu
Sumpah Pemuda 1928. Pahlawan Wanita Indonesia yang secara heroik berjuang
melawan kolonialisme juga tidak sedikit. Muhammadiyah mengajak para perempuan
untuk berjuang dengan mendirikan Aisyyah (1914)
yang organisasinya masih eksis hingga sekarang. Tidak ada cerita bahwa
laki-laki menghalangi perempuan untuk mendapatkan hak-hak mereka.
Musuh bersama yang menjadi lawan Ketika itu adalah kolonialisme,
yang menciptakan kebodohan dan juga kemiskinan dimana-mana. Kolonialisme ini
tentu adalah kondisi yang tidak menguntungkan bagi semua pihak, baik laki-lakidan
perempuan. Dalam kondisi seperti ini, semuanya mencoba untuk survie dengan
segala cara yang mereka bisa lakukan. Ada yang dengan menjadi abdi Belanda, ada
yang melawan, berdagang, menjadi petani dalam kerja paksa, dan untuk Wanita ada
yang menjadi istri ke2, ke-3, ke-4.
Disinilah kemudian banyak yang mengira bahwa laki-laki
menjadikan perempuan sebagai objek dan masyarakat kelas dua, hanya karena
adanya perlakukan poligami. Padahal jika saja mau dilihat secara jeli,
kebodohan dan juga kemiskinan, menjadi faktor paling penting yang menyebabkan
perempuan tertindas di zamanya. Tentunya ada peran agama yang “membenarkan”
kejadian ini. Tapi disini, agama hanya dijadikan sebagai pembenaran atas ketidak
adilan yang terjadi akibat kebodohan dan kemiskinan yang merajalela. Agama
dijadikan sebagai kambing hitam dan dituduh sebagai misoginis dan tidak memihak
perempuan.
Sama halnya ketika terjadi pernikahan dini di banyak negara “Islam“
seperti Somalia, Nigeria, dll. Jika mau dilihat secara jeli, masalah yang sebenarnya
terjadi adalah faktor kebodohan dan kemiskinan akut. Agama hanya menjadi dalih
pembenaran para pelaku saja.
Posting Komentar untuk "Feminisme di Indoensia dan Barat"