Alhamdulillah buku Dekolonisasi karya kakak kelas saya (Mas Rofiq) sudah terbit dan sampai Jerman. So far, buku ini menarik sekali buat para pengkaji pemikiran. Membantu saya memahami cara berfikir orang-orang modern dan post-modern.
Kemarin saya sempat berdiskusi dengan salah satu kolega mengenai
salah satu proyek besar di Jerman Coranica Project dan juga Corpus Coranicum
yang inti dari proyek ini bisa dibilang mencoba
mencetak “Quran baru“ berdasarkan manuskrip terkuno yang selamat hingga kini. Sampai
sekarang, manuskrip yang selamat dan dicek dengan metode carbon date menunjukan
tahun asal sekitar 20-40 tahun setelah Nabi SAW meninggal. Salah satu manuskripnya
sudah bisa diakses online disini.
Disisi lain, manuskrip asli Mushaf Utsmani (yang asli
dikumpulkan di zaman Utsman) yang diyakini oleh mayoritas umat islam dan sering
disebut-sebut dalam pelajaran sejarah Islam sendiri sudah tidak ada. Konon telah
hilang terbakar. Dan jika proyek ini nantinya selesai, maka dengan dalih ilmiah,
Quran yang sekarang beredar di zaman kita, akan dibandingkan dengan proyek
Coranica ini. Tentunya dengan dalih bahwa proyek Coranica sudah teruji secara ilmiah
dengan adanya manuskrip asli dan metode carbon date, sedangkan mushaf utsmani
yang sampai di tangan kita tidak memiliki naskah asli dan hanya berlandaskan
sanad (metode oral/ mulut ke mulut), dimana metode sanad ini kurang diakui sebagai
metode ilmiah dalam kacamata orientalis. Mudahnya, sanad itu hanya gossip antar ulama. Bagi penggemar
Joseph Schaht dan Goldziher tentu hal ini bukanlah barang baru.
Lalu dimana
bukunya Mas Rofiq ini membantu saya berfikir?
Saya belum
selesai membaca buku ini, tapi sejauh ini buku beliau memberikan beberapa
jawaban atas kegelisahan saya. Dalam bukunya beliau mengatakan bahwa orientalist
menganggap “metode ilmiah“ ala mereka itu lebih superior daripada metode ilmiah
ala umat Islam. Tidak hanya metode umat islam, tapi juga lebih ilmiah daripada
semua peradaban yang bukan Barat. Banyak sarjana barat yang ingin mendikte
dunia mengenai apa yang disebut sebagai ilmiah dan tidak. Kurang lebih ini juga
yang saya sampaikan kepada kolega, meskipun saya baru tambah yakin dengan apa yang
saya sampaikan setelah baca buku Mas Rofiq. Contoh mudahnya ya tadi, masalah
sanad.
Jujur saja ada
kekhawatiran dari diri saya jika proyek ini selesai dan bisa memungkinan
membuat gempar dunia Islam. Kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada apa iya
sarjana orientalist itu benar-benar objektif hanya ingin mencari kebenaran dan “tanpa
nilai”, ataukah mereka punya motiv lain juga? Tentu bagi kita orang Indonesia
kisah Snouck Hurgronje adalah salah satu contoh konkritnya. Dimana “ilmiah ala
orientalist” ternyata hanyalah salah satu dalih untuk melanggengkan cengkraman
kolonialisme. Lalu siapa yang menjamin bahwa proyek ini nanti tidak ada niat
untuk membombardir pondasi kepercayaan umat Islam dengan cara mengatakan “Lihat
nih, Quran kalian ternyata tidak se-ilmiah dan tidak se asli yang kalian klaim.
Kami punya bukti “ILMIAH-nya”.”
Posting Komentar untuk "Buku Dekolonisasi dan Coranica Project"