Melihat Turats (peninggalan klasik)


Ada kelompok yang melihat turats Islam beranggapan seolah itu hal yang tidak penting. Ibarat politisi muda yang waktu pertama di lantik dulu pernah bilang “Saya memang tidak tahu masa lalu, tapi saya tahu masa depan”. Tapi ada juga kelompok yang melihat seolah turats telah menyediakan segala jawaban dan kita tinggal menggali harta karun tersebut. Tentunya kedua model seperti itu sulit diterima dan seharusnya memang tidak terima.

Terutama bagi yang sudah setuju bahwa turats itu penting, maka Langkah selanjutnya adalah melihat turats dengan bijak. Seperti sedangan berkendara, melihat turtas ibarat melihat kaca spion. Bagaiamanapun menengok kaca spion adalah hal penting, akan tetapi melihat kaca inti ke depan jauh lebih penting. Jangan sampai kita terjebak romantisme masa lalu dan lupa bahwa kehidupan kita maju ke depan.

Banyak legacy turats yang (terlepas dari pentingnya hal tersebut) tapi justru menimbulkan efek kontra-produktif. Menyita banyak fokus umat muslim dari zaman klasik hingga sekarang. Contohnya ada perdebatan mengenai “Dimana Allah?“, “tangan dan kaki Allah“, dan perdebatan sekitar hal itu. Echo perdebatan mengenai hal ini terdengar sejak 1300 tahun yang lalu, dan masih terdengar keras di zaman sekarang. Peninggalan turats ini membuat umat Islam sibuk bertarung dengan sesamanya, tanpa menyadari ada bahaya mengintai. Salah satu bahaya itu adalah ketika orientalis melancarkan serangan tentang otentisitas seluruh hadis dan bahkan otentisitas al-Quran itu sendiri.

Dulu masjid tetangga desa saya sering melantunkan salah satu shalawat yang saya suka, shalawat asygil, setelah azan magrib (karena anda tau sendiri, kalau masjid Muhammadiyah nggak shalawatan. hahah). Suara muazinnya kelihatan suara orang tua tapi bagus. Salah satu liriknya berbunyi “ wa asyghilizh zholimin bidz zholimin- wa akhrijna min bainihim salimin“ (dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang zalim lainnya. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka). Tapi terlepas bagusnya doa dan suara sang bilal, sepertinya shalawat itu (dalam penglihatan saya) kurang mempan menembus kerasnya hati umat muslim sendiri. Wallahu a’lam.

Posting Komentar untuk "Melihat Turats (peninggalan klasik)"