Muakhah antara Ansar dan Muhajirin: Konsep Untuk Menolong Kaum Muallaf Minoritas
Kaum
Muhajirun adalah mereka yang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Mereka meninggalkan
rumah, tanah, dan bahkan keluarga mereka demi bisa sujud kepada Allah dengan aman.
Zaman dulu, belum ada ATM. Uang dan harta benda belum bisa ditransfer. Maka ketika
anda hijrah, anda hanya akan membawa apa yang bisa dibawa. Itupun jika tidak
dihalangi oleh Kafir Quraisy. Maka di awal hijrah, kaum Muhajir banyak yang mendadak
miskin, tidak punya jabatan, tidak punya tempat tinggal, dan tentunya homesick.
Bisa dikatakan mereka benar-benar hanya punya Iman kepada Allah dan Rasulnya
dan beberapa barang yang bisa dibawa.
Kaum Ansar,
benar-benar menjadi kaum terbaik (setelah Kaum Muhajir) di zaman-nya. Sesuai
dengan namanya, Ansar, mereka benar-benar menolong kaum Muhajir sebisa mereka.
Mereka bahkan bilang “Ya Rasulullah, kita akan memberikan setengah dari tanah-tanah
kita untuk kaum Muhajir”. Tentu Rasulullah menolak dengan ramah tawaran ini. (Note:
saya bahkan belum bisa membayangkan hal ini bisa terjadi di zaman sekarang. Ada
orang hijrah, misal Muallaf dan kehilangan harta bendanya, terus kita menawari
apa yang ditawarkan kaum Ansar kepada sahabat kita yang sedang muallaf
tersebut.)
Meskipun
Rasulullah dengan ramah menolak, Rasul membuat sebuah skema yang disebut Muakhah
(dari kata “akhun” yang berarti persaudaraan). Muakhakh ini adalah usaha
Rasulullah untuk “mengadopsikan” satu keluarga Muhajir dengan satu keluarga
Ansar. Tujuanya adalah mempererat persaudaraan dan agar saling membantu. Kaum
Ansar memang sangat ingin membantu kaum Muhajir, dan Kaum Muhajir memang sedang
membutuhkan bantuan. Sehingga dengan konsep Muakhakh ini keinginan keduanya bisa
terpenuhi. Tidak ada Kaum Muhajir yang terlantar. Dan kaum Ansar bisa membantu “dengan
tepat sasaran” karena jelas siapa yang harus mereka bantu. Saking spesial-nya Muakhakh,
mereka bahkan diberi hak saling mewarisi (yang kemudian aturan ini dihapus).
Tentunya “pairing”
ala Muakhakh disesuaikan dengan derajat dan status sosial masing-masing. Yang
memang awalnya kaya dan statusnya tinggi “di-pair-kan” dengan yang semisal.
Cerita paling terkenal adalah Muakhah antara Abdurrahman bin Auf dengan Saad
bin Rabi’. Yang satu mantan orang kaya di Mekkah dan yang satu orang terkaya di
Madinah. Sudahlah kaya, dermawan pula. Saking dermawanya Saad mengatakan “Aku
orang paling kaya di Ansar, aku akan berikan setengah dari seluruh uangku
padamu. Aku punya dua rumah, satunya untukmu. Aku punya dua kebun, satunya
untukmu. Dan aku punya dua istri, aku akan menceraikan satu agar bisa kau
nikahi.” Mendengar kalimat itu, Abdurrahman mendoakan Saad atas kedermawaanya,
tapi menolaknya. “Semoga Allah memberkahi seluruh harta dan keluargamu. Tapi
maaf, aku menolak. Engkau cukup menunjukan jalan menuju pasar kepadaku”.
Tentunya, Abdurrahman bin Auf kemudian menjadi pedagang sukses.
Apa Pelajaran
yang bis akita ambil dari sirah ini?
1.
“The generosity of Ansari, can only be matched
with the dignity of Muhajir” (Kedermawanan kaum Ansar hanya bisa disamai dengan
martabat kaum Muhajir”). Pun sebenarnya saya juga melihat di era modern ini
banyak yang “matched”. Tapi sayangnya dalam hal yang sebaliknya. Saya sering
mendengar kisah “satu saudara pelit memberi hutang dan yang satunya malas
menyaur hutang”. Match sekali. Wa na’udzubillahi min zalik.
2.
Konsep muakhakh ini sebenarnya cocok untuk kawasan
yang sering ada muallaf-nya. Terutama daerah minoritas. Muallaf di daerah
minoritas kadang mendapat tekanan dari keluarganya sendiri. Bahkan kehilangan
harta dan benda demi keimananya. Atau jikapun tidak, ilmunya tentang islam
sangatlah minim. Bahkan shalat dan wudhu saja belum tentu bisa. Apalagi baca
Quran. Konsep muakhah ini menjadi solusi agar memperjelas “kepada siapa si
muallaf ini bisa meminta bimbingan dan bantuan”. Dengan begitu kita bisa
merasakan secuil keimanan “kaum ansar” dengan menolong “kaum muhajir”.
Posting Komentar untuk "Muakhah antara Ansar dan Muhajirin: Konsep Untuk Menolong Kaum Muallaf Minoritas"